Ada banyak desa adat yang menjadi tujuan wisata di Tana Toraja, salah satunya desa Kete’ Kesu. Look desa ini pasti gak asing lagi, soalnya emang sering banget diekspose, baik untuk tayangan tv, gambar di kalender, postcard ataupun brosur wisata.
Hemm..jadi bingung mo mulai cerita dari bagian mana...fotonya gk kumplit pula! uhuhu...
(Bareng Anak2 desa Kete' Kesu - background lumbung padi)
Di setiap rumah, ada tanduk2 kerbau yang dipajang. Jumlahnya macem2 tergantung sudah berapa banyak kerbau yang mereka sembelih untuk upacara adat. Kalau banyak, itu tandanya si empunya adalah orang kaya. Selipan info nih : di Toraja, hewan favorit untuk upacara adat adalah kerbau. Dan kerbau yang mahal adalah kerbau bule, kerbau yang warna kepala atau sebagian tubuhnya tidak hitam/abu2 tetapi putih kemerahan. Katanya, bisa puluhan bahkan ratusan juta loh harganya! Kalau pas hari pasaran, kita bisa lihat kerbau2 mahal itu dipajang untuk diperjualbelikan.
(di depan salah satu tongkonan 'bertanduk' banyak - Kete' Kesu)
***
KALIMBUANG BORI’ (kompleks Menhir & Kuburan batu)
Lokasinya ada di 5 km arah utara kota Rantepao. Jalan menuju kesana sudah di aspal tapi tidak terlalu lebar. Sepanjang jalan pemandangannya indaaahh banget. Dan begitu sampai lokasi, nuansa magis mulai terasa....sepi...sejuk...
Tapi teteupp...keindahan lokasinya bisa ngilangin semua aura ‘seram itu, kok!
(Belakang menhir, depan kuburan batu....hiiyyy!!)
DESA TRADISIONAL PALLAWA
Desa ini merupakan desa adat. Nuansanya mirip dengan Kete’ Kesu. Cuma secara look (halah..) memang lebih indah Kete’ Kesu, menurutku. Yang menarik waktu kami kesana adalah adanya jenazah yang sudah setahun meninggal dan masih disimpan di dalam rumah. Bagi orang Toraja, upacara pemakaman memang istimewa. Jadi kalau memang pihak keluarga yang meninggal belum siap, jenazah bisa diawetkan hingga mereka mampu membuat upacara pemakamannya.
(Salah satu sudut ds. Sa'dan To'barana)
Desa ini merupakan salah satu pusat tenun tradisional. Penenunnya semua wanita, dari mulai ibu-ibu sampai nenek2. Mereka masih menggunakan bahan dan alat menenun tradisional. Pewarnanya pun demikian, masih menggunakan pewarna dari kulit pohon atau tanaman2 tertentu. View di desa ini jg bagus. Ada sungai kecil yg melintas di tepi tongkonan (rumah adat) terluar. Jadi gak salah kalo aku pun pose2 di sini hohoho....narsis euy! :D
Sepertinya kompleks tongkonan di desa ini adalah peninggalan keluarga orang berada (keturunan bangsawan), karena tongkonannya besar2 dan potongan tanduk kerbaunya juga banyak. Yang jelas, di desa ini aku dapat ‘saudara’ baru, yaitu ibu yang jg bekerja di Dinpar Toraja. Kenapa sodara? Karena beliau satu2nya orang asli Toraja namun muslim yang kutemui di sana:) Bahkan beliau menawarkan rumahnya untuk disinggahi kapanpun aku bisa ke Toraja lagi. Duh, jd terharu....